Apa Perbedaan MUI dan BPJPH dalam Sertifikasi Halal?

Apa Perbedaan MUI dan BPJPH dalam Sertifikasi Halal?

Apa Perbedaan MUI dan BPJPH dalam Sertifikasi Halal?

Legalitas Usaha – Memahami Perbedaan MUI dan BPJPH dalam Mengurus Sertifikasi Halal Usaha Anda.

Perubahan ini memperkenalkan dua lembaga utama yang memiliki peran berbeda dalam proses tersebut, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dalam beberapa tahun terakhir, proses Sertifikasi Halal di Indonesia mengalami transformasi signifikan, terutama dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Apa Perbedaan MUI dan BPJPH dalam Sertifikasi Halal?

Bagi pelaku usaha, memahami perbedaan MUI dan BPJPH bukan sekadar pengetahuan umum, tetapi adalah kunci untuk memastikan permohonan sertifikasi Anda berjalan lancar, cepat, dan legal.

Perbedaan MUI dan BPJPH

Meskipun keduanya bergerak di ranah halal, peran BPJPH dan MUI sangatlah berbeda, saling melengkapi, dan diatur secara eksplisit dalam undang-undang.

BPJPH bertindak sebagai regulator dan pelaksana administrasi, sementara MUI bertindak sebagai otoritas keagamaan tertinggi yang menentukan kehalalan suatu produk.

BPJPH Sebagai Regulator dan Administrator Perizinan Halal

BPJPH adalah lembaga yang berada di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia. Tugasnya adalah bersifat administratif, regulatif, dan teknis. BPJPH adalah satu-satunya pintu gerbang bagi pelaku usaha yang ingin mengajukan Sertifikasi Halal. Peran utamanya meliputi:

  1. Penerima dan Pemeriksa Dokumen Permohonan Semua dokumen dan kelengkapan administrasi awal diajukan ke BPJPH.
  2. Penetap Tarif dan Masa Berlaku Sertifikat BPJPH yang berwenang menetapkan biaya layanan Sertifikasi Halal dan berapa lama masa berlaku sertifikat tersebut.
  3. Penerbit Sertifikat Halal Setelah mendapatkan Fatwa Halal dari MUI, BPJPH yang memiliki kewenangan penuh untuk menerbitkan Sertifikat Halal secara resmi.

BPJPH adalah wajah birokrasi dan administrasi dari proses Sertifikasi Halal.

MUI Otoritas Keagamaan yang Menetapkan Fatwa Halal

Majelis Ulama Indonesia (MUI), khususnya Komisi Fatwa MUI, adalah lembaga yang bertanggung jawab atas penentuan status kehalalan produk dari sudut pandang syariat Islam. Meskipun BPJPH adalah regulator perizinan, keputusan akhir apakah suatu produk itu halal atau tidak berada di tangan MUI. Peran utama MUI meliputi:

  1. Penerbit Fatwa Halal Ini adalah tugas inti MUI. Setelah proses audit di lapangan selesai, MUI akan melaksanakan sidang fatwa untuk memutuskan apakah produk tersebut memenuhi kriteria kehalalan.
  2. Akreditasi LPH MUI memiliki peran dalam memberikan akreditasi kepada Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), yaitu pihak ketiga yang melakukan audit di lapangan.
  3. Pengawas Syariat MUI memastikan bahwa seluruh proses Sertifikasi Halal berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

LPH Lembaga Pemeriksa Halal Sebagai Perantara Audit Teknis di Lapangan

Dalam proses Sertifikasi Halal, ada satu pihak lagi yang wajib Anda pahami, yaitu Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). LPH bertugas melakukan audit lapangan, mulai dari pemeriksaan bahan baku, proses produksi, hingga fasilitas penyimpanan. LPH adalah pihak yang menerima penugasan dari BPJPH dan mengirimkan hasil auditnya kepada Komisi Fatwa MUI. Dengan kata lain, LPH adalah jembatan teknis antara BPJPH dan MUI.

Secara sederhana, BPJPH adalah administrator negara yang menerbitkan izin resmi, sementara MUI adalah otoritas keagamaan yang menetapkan Fatwa Halal sebagai dasar penerbitan izin tersebut. Kedua lembaga ini harus bekerja sama agar pelaku usaha bisa mendapatkan Sertifikasi Halal yang sah dan diakui secara hukum maupun agama.

Kesimpulan

Memahami perbedaan MUI dan BPJPH sangat krusial agar Anda tidak salah langkah dalam mengajukan Sertifikasi Halal. BPJPH adalah gerbang administratif, sementara MUI adalah penentu keabsahan produk Anda di mata syariat. Dengan sinergi keduanya, proses Sertifikasi Halal berjalan terstruktur.

Izin Legalitas siap membantu Anda dalam mengurus perizinan produk halal (mulai dari NIB yang benar, pemilihan KBLI yang tepat, hingga koordinasi dengan LPH dan BPJPH) agar Sertifikasi Halal Anda terbit tanpa hambatan birokrasi.

Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat, Anda juga bisa membaca artikel terkait kami:

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *